Mengazamkan diri menjadi penghafal kalam-kalam muliaNya tidak semudah berjalan di jalan tol yang tanpa hambatan.
Terlalu banyak godaan duniawi yang kebayakan sangat sulit dihindari, terlebih ketika diri telah dihadapkan dengan lingkungan yg tidak sekondusif pesantren.
Kondisi itu tak jarang membuat beberapa ayat yang pernah disetorkan menguap begitu saja.
Terlebih jika memang proses menghafalnya yang instan tanpa program mengulang yang intens.
Lalu dalam shalat pun hanya mengulang ayat-ayat yang memang sudah hafal luar kepala.
Jadilah semakin banyak yang menguap.
Satu-satunya yang bisa menyelamatkan hanya ketekunan (istiqamah) dalam menjaganya sambil mengembunkan kembali uapan ayat demi ayat lainnya. Tak lupa selalu berdoa kepadaNya agar diizinkan menjadi penghafal Quran dan meninggal dalam keadaan ‘punya hafalan’.
_”Jika engkau bisa, jadikanlah Al Quran sebagai temanmu, dan jangan sampai ia menjadi musuhmu. Sebab, barang siapa yang Al Quran menjadi temannya niscaya ia masuk surga. Dan barangsiapa dimusuhi Al Quran, niscaya ia masuk neraka”_
(Umar bin Khattab Radiyallahu’anhu dalam Hayatush Shahabah: Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, 2019).